Pages

>>Welcome To Diploma 3 Pharmacy UNS 2013 Blog's , Thank you for Visitting Here <<

Resume Jurnal Diskusi Parasitologi Kelompok 5

Minggu, 21 Desember 2014


NAMA ANGGOTA
KELOMPOK 5

1.      Atmim Nurona                  M3513009
2.      Augusta Amanda Putri      M3513010
3.      Desi Purnaning Putri          M3513017
4.      July Iswara                        M3513027
5.      Kusuma Wardani              M3513029
6.      Maria Azizah W                M3513031
7.      Meylana Intan W              M3513033
8.      Niky Rahmadanny            M3513034
9.      Syahnidar Zuhra N           M3513053
10.  Yahya Imam T                  M3513057

RESUME JURNAL PARASITOLOGI I
Insidensi Parasit Pencernaan pada Anak Sekolah Dasar di Perkotaan dan Pedesaan di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan
Infeksi cacing pencernaan khususnya golongan nematoda dan cestoda merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius, terutama di daerah tropis karena prevalensi yang cukup tinggi. Cacing tidak hanya menyerang kelompok rawan seperti usia anak-anak seko ah tetapi dapat menyerang semua kelompok umur dan jenis kelamin. Efek yang paling serius ditemukan pada anak usia sekolah, karena dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh dan terhambatnya tumbuh kembang anak. Cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, antara lain karbohidrat dan zat besi. Diare, badan kurus, kekurangan cairan (dehidrasi), anemia serta badan lemas, lesu, lubang anus terasa gatal dan mata sering berkedip-kedip merupakan gejala awal yang ditimbulkan oleh adanya infeksi cacing. Penyakit kecacingan ini banyak menimbulkan kerugian.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan data kejadian infeksi parasit pencernaan pada anak-anak daerah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Tanah Bumbu dengan melakukan survei cacingan pada anak sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pemeriksaan langsung feses yang telah terkumpul dari beberapa anak sekolah dasar dengan menggunakan mikroskop.
Dari hasil pemeriksaan, tercatat sebanyak 25 anak dari SD di daerah perkotaan yang positif terinfeksi cacing. Spesies cacing yang ditemukan adalah A. lumbricoides, T.Trichiura, Hookworm dan Hymenolepis nana, semua cacing yang ditemukan dari golongan STH. SD di daerah pedesaan tercatat sebanyak 13 anak yang positif terinfeksi cacing. Spesies yang ditemukan yaitu A . lumbricoides, H. nana, dari golongan STH serta E. vermicularis yang merupakan cacing dari golongan non STH. Prevalensi kecacingan di  SD pedesaan sebesar 11,5%, sedangkan di SD per kotaan sebesar  6, 4%. Prevalensi spesies  cacing yang tertinggi adalah A. lumbricoides baik di SD pedesaan (8%) maupun perkotaan (2,6%), sedangkan prevalensi spesies yang terendah adalah Hookworm (0,3%). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi anak yang terinfeksi cacing pada setiap wilayah sekolah di SD perkotaan sebanyak 15 anak lakilaki (3,9%), 10 anak wanita (2,6%) terinfeksi cacing dan di SD pedesaan sebanyak 8 anak laki-laki (7,1%), 5 anak wanita (4,4%) terinfeksi cacing. Berdasarkan kelompok umur prevalensi anak yang terinfeksi cacing pada setiap wilayah sekolah di SD perkotaan sebanyak 14 anak umur 6-9 tahun (3,6%), 11 anak umur 10-15 tahun ( 2,8%) terinfeksi cacing dan di SD pedesaan sebanyak 9 anak umur 6-9 tahun (8%), 4 anak umur 10-15 tahun (3,5%) terinfeksi cacing.
Hasil pemeriksaan menunjukkan prevalensi kecacingan di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan, hal tersebut terkait kondisi lingkungan yang mendukung penularannya. Prevalensi A. lumbricoides di desa maupun di kota merupakan yang tertinggi, karena siklus hidup cacing ini yang sangat cocok di daerah beriklim tropismenyebabkan penularannya menjadi sangat baik. Cacing betina dapat bertelur sampai 200.000 butir dalam sehari, jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan spesies cacing lainnya, sehingga kesempatan untuk menginfeksi manusia juga lebih tinggi. Kondisi sekolah dimana halamannya masih berupa tanah liat, berpasir dan lembab menjadikannya sangat baik untuk berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif. Telur cacing ini dapat tertelan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi oleh telur cacing atau tangan yang tidak dicuci sebelum makan. Anak-anak sekolah pada umumnya suka membeli jajanan yang tidak disajikan secara higienis (tidak ditutup), yang kemungkinan besar telah terkontaminasi telur cacing. Keadaan ini semakin diperparah dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, kurangnya kesadaran untuk mencuci tangan sebelum makan, masyarakat perkampungan yang masih buang air besar disembarang tempat serta adanya pemakaian tinja sebagai pupuk. Infeksi cacing tambang prevalensinya paling rendah karena cara penularan cacing ini dapat terjadi pada manusia melalui penetrasi larva filariform yang terdapat di tanah ke dalam kulit, kemudian larva menuju saluran pencernaan  melalui aliran darah. Anak-anak yang sering bermain di tanah tanpa mengenakan alas kaki sangat rentan terinfeksi cacing ini. Prevalensi infeksi cacing pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada anak perempuan, baik di kota maupun di desa. Anak laki-laki pada umumnya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terinfeksi kecacingan dikarenakan perilaku yang lebih banyak bermain di luar ruangan dan mengalami kontak dengan tanah. Berdasarkan golongan umur, anak yang berumur antara 6-9 tahun lebih banyak yang terinfeksi cacing dibandingkan yang berumur 10-15 tahun, baik di kota maupun di desa karena pada usia tersebut seorang anak masih belum mempunyai pengetahuan dan kesadaran yang baik tentang higienis sanitasi. Anak umur 10-15tahun yang sudah menginjak remaja umumnya lebih menyadari pentingnya dan bisa menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri sehingga kemungkinan terinfeksi cacing menjadi lebih rendah.






































RESUME JURNAL PARASITOLOGI II
KEBERADAAN TELUR CACING PARASIT PADA SISWA SD DI SEKITAR INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) TERPADU KOTAMALANG DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEPADATAN TELUR CACING PADA AIR LIMBAH PERUMAHAN DI IPAL TERPADU

Penyakit cacingan dapat ditularkan melalui tangan. Kebanyakan telur cacing parasit bertebaran di permukaan tanah, debu dan menempel di karpet perumahan. Telur cacing yang mencemari tangan seseorang akan dapat tertelan, jika orang tersebut memegang makanan dan tidak mencuci tangan terlebih dulu sebelum makan. Infeksi ini sering terjadi pada anak-anak sekolah dapat mengganggu kemampuan belajar.
Di kota Malang saat ini jumlah penduduk semakin padat, hal ini dapat dirasakan saat datang musim penghujan beberapa ruas jalan dan rumah penduduk terendam banjir. Kawasan padat penduduk biasanya rawan banjir. Banjir akan meluapkan air selokan, sungai, dan merendam jamban sehingga menyebarkan telur cacing yang keluar bersama tinja manusia ke lingkungan sekitarnya. Namun penduduk yang memiliki tangki septik hanya sedikit dan penduduk yang tidak memiliki jamban pribadi serta jamban yang langsung dihubungkan dengan sungai mencapai 85%. Oleh karena itu untuk perbaikan kesehatan didirikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Air limbah dari perumahan ditampung secara terpadu di IPAL untuk dilakukann pengolahan yaitu dengan diendapkan bahan padatan yang larut dalam air terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Sehingga dilakukan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya, macamnya, prevalensi telur cacing parasit pada tangan dan kuku siswa SD di sekitar IPAL Terpadu Kota Malang dan yang terdapat pada air limbah perumahan di IPAL Terpadu, serta hubungannya antara kepadatan setiap populasi telur cacing parasit pada tangan dan kuku siswa SD di sekitar IPAL dengan pada air limbah perumahan di IPAL Terpadu di Kota Malang.
Pengambilan sampel pengambilan sampel telur cacing pada tangan dan kuku siswakelas 3 di 5 sekolah dasar sekitar daerah IPAL terpadu  dan pada air limbah perumahan di IPAL terpadu.
Pengambil sampel pada tangan dan kuku anak SD dilakukan dengan metode pengendapan yaitu kukunya dipotong dan tangannya dibersihkan dengan menggunakan kain kasa basah yang telah dicelupkan ke dalam aquades steril. Mencelupkan kain kasa yang telah digunakan untuk membersihkan jari-jari tangan siswa bersama-sama potongan kuku ke dalam botol yang berisi larutan NaOH 15%. Kemudian larutan NaOH ini dimasukkan tabung sentrifuge. Memutar tabung sentrifuge diputar dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit. Kemudian supernatant dibuang dan mengambil sedimentasi diletakan pada kaca benda dan di amati dengan mikroskop.
Pada pengambil air limbah IPAL dilakukan dengan metode pengendapan.  Air limbah yang diambil yang telah mengalami proses dan akan dibuang ke sungai. Air limbah diendapkan selama 1 jam. Kemudian membuangan cairan supernatant dan mengambil sedimen. Sedimen dimasukkan tabung sentrifuge diputar dengan kecepatan 2000 rpm selama 3 menit. Membuang cairan supernatant dan membilas sedimen dengan aquadest. Kemudian kembali disentrifuge diputar selama 3 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Mengambil sedimen diletakkan kaca benda dan dilakukan pengamatan.
Setelah dilakukan pengamatan yang diperoleh melalui pengamatan mikroskopis morfologi telur spesies cacing parasit yang ditemukan pada kuku dan tangan siswa SD dan IPAL Terpadu Kota Malang adalah telus Ascaris lumbricoides, Enterobiasis oxyuriasis, Trichuris trichiura, dan Ancylostoma duodenale.
 Dimana telur tersebut diduga telur Trichuris trichiura karena memiliki ciri-ciri morfologis seperti Bentuk seperti tempayan dengan operculum yang terletak di kedua kutub, Berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalam, jernih, dengan ukuran panjang = 48,56–50,00 μm, rata-rata = 49,28 μm. Diameter = 26,82–29,46 μm, rata-rata = 28,14 μm sehingga telur tersebut diperkirakan merupakan telur Trichuris trichiura. Karena berdasarkan Brown (1979), Jeffrey dan Leach (1983), dan Noble dan Noble (1989). Telur yang memiliki ciri-ciri bentuk seperti tempayan dengan operkulum yang terletak di kedua kutub, berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalam jernih, serta rerata panjang × diameternya 49,28 × 28,14 mm termasuk telur Trichuris trichiura.
            Seringnya ditemukan telur parasit tersebut pada siswa SD karena penularan keempat jenis penyakit cacing tersebut sangat mudah yaitu dapat melalui tangan dan kuku yang tidak dijaga kebersihannya. Keempat spesies cacing yang ditemukan telurnya termasuk soil transmitted helminth sehingga umumnya telur cacing parasit bertebaran di permukaan tanah, debu, dan menempel di karpet perumahan serta ditunjang kebiasaan siswa SD yang sangat senang bermain dengan tanah sehingga memungkinkan telur cacing parasit akan menempel pada tangannya.
            Selain itu, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa air yang akan dibuang ke sungai hasil pengolahan pada IPAL masih mengandung telur cacing parasit. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi IPAL masih perlu lebih diperhatikan lagi, mengingat harapan didirikannya IPAL adalah untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan sehingga seharusnya air yang dibuang ke sungai sudah tidak mengandung telur cacing parasit yang dapat mengakibatkan penyakit cacingan bagi masyarakat. Terdapatnya telur cacing parasit pada air limbah tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat di sekitar IPAL masih ada yang menderita penyakit cacingan.
            Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari lima SD sampel yang digunakan dalam penelitian, hanya tangan dan kuku siswa SD Mulyorejo 1 tidak mengandung telur cacing parasit, sedangkan pada keempat SD lainnya ditemukan telur cacing yaitu 4 jenis telur Nematoda parasite manusia meliputi Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, dan Ancylostoma duodenale. Prevalensi telur setiap spesies cacing parasit pada siswa SD di sekitar IPAL Kota Malang adalah A. lumbricoides yaitu sebesar 65,22%, E. vermicularis sebesar 21,47%, T. trichiura sebesar 11,59%, dan A. duodenale sebesar 1,45%. Prevalensi telur setiap spesies cacing parasit di IPAL Terpadu Kota Malang adalah A. lumbricoides sebesar 88,40%, E. vermicularis sebesar 10,15%, T. trichiura sebesar 1,45, dan A. duodenale sebesar 0%.




RESUME JURNAL PARASITOLOGI III
Cacing Parasit Saluran Pencernaan Pada Hewan Primata di Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat
Penulis : Fadhilah Rahmah*), Dahelmi dan Siti Salmah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis cacing parasit saluran pencernaan yang
menyerang hewan primata dan mengetahui prevalensi cacing parasit saluran pencernaan pada hewan primata di Taman Satwa Kandi Sawahlunto. Pada awalnya satwa mempunyai habitat di alam bebas, kemudian dipindahkan ke alam buatan, sehingga mengalami berbagai perubahan lingkungan dan perlakuan, seperti ruang gerak, pakan, minum dan tempat berteduh.
Metode Penelitian ini dilakukan secara observasi langsung dengan mengoleksi tinja semua
hewan primata yang berada pada masingmasing kandang dan sampel tanah yang berada di dalam kandang di Taman Satwa Kandi Sawahlunto. Tinja dan tanah diambil pada setiap hewan Primata yang berjumlah 10 individu. Tinja yang diambil adalah tinja yang segar, kemudian dimasukkan ke dalam botol film dan diberi label. Sampel yang telah dikoleksi selanjutnya dimasukkan ke dalam termos es yang telah diisi batu es agar tinja tidak menjadi keras dan kering.
1.       Pemeriksaan Tinja dengan Metode Apung Sentrifus
Tinja diencerkan dengan aquades dan dihomogenkan, kemudian disaring dengan
saringan teh dan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diambil dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus lalu disentrifugasi selama 10 menit dengan putaran 2500 rpm. Filtrat yang bening dibuang dan ditambahkan larutan NaCl jenuh, lalu diaduk dan dibiarkan. Telur akan mengapung ke atas, kemudian tempelkan kaca objek di atasnya, tutup dengan kaca penutup dan periksa di bawah mikroskop.
2.       Pemeriksaan Tinja dengan Metode Filtrasi
Tinja diambil kemudian dihomogenkan dengan aquades dan disaring dengan saringan yang berukuran 1 mm. Hasil saringan disaring lagi secara bertingkat dengan saringan berukuran
400µ, 100µ, 45µ. Filtrat terakhir dituang ke dalam cawan petri dan adanya telur
cacing parasit dapat diamati
3.       Pemeriksaan Tanah dengan Metode Apung-Sentrifus
Tanah diambil lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan diencerkan dengan aquadest  lalu dihomogenkan. Lalu disentrifus selama 2 menit dengan putaran 1500 rpm. Endapan ditambahkan larutan NaCl jenuh sampai homogen. Sentrifus kembali selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Tambahkan larutan NaCl jenuh sampai permukaan menjadi cembung. Letakkan kaca objek di atas larutan. Kemudian amati di bawah mikroskop.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tinja 10 individu hewan Primata ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides dengan prevalensi (60%), telur cacing Trichuris sp. (10%), larva rhabditiform Strongyloides stercoralis (20%) dan larva rhabditiform Necator americanus (20%). Pada tanah yang terkontaminasi tinja ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides, telur cacing Enterobius vermicularis (10%), telur cacing Necator americanus dan larva rhabditiform Strongyloides stercoralis.

1 komentar:

  1. Merkur - Merkur - YSK - XN Forum
    Merkur. Member Profile > Activity Page. User: merkur 바카라 - Member Profile Page. User: merkur - Member Profile Page. User: merkur 온카지노 - Member Profile Page. User: merkur - Member Profile Page. User: merkur - Member Profile Page. User: merkur - Member 메리트 카지노 쿠폰 Profile Page. User: merkur - Member Profile Page. User: merkur - Member

    BalasHapus