ANGGOTA
KELOMPOK 2 :
1.
Betti Jayanti M3513015
2.
Deasy Nur w M3513016
3.
Khadija Raida M3513028
4.
Nugrahaningtyas M3513035
5.
Nugraheni Utomo M3513036
6.
Nur Wahida M3513038
7.
Nur wulan Ambarwati M3513039
8.
Nurul Fatimah M3513040
9.
Pratika Nurul M3513041
10.
Renita Lisnasari M3513042
JURNAL KE 1
PREVALENSI
INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH
PADA
SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG
Jansen
Loudwik Lalandos1, Dyah Gita Rambu Kareri2
Salah
satu faktor yang mempengaruhi kualitas manusia adalah tingkat kesehatan,
sedangkan tingkat kesehatan seseorang pada hakekatnya dipengaruhi oleh status
atau keadaan gizi. Menurut penelitian Tonny Sadjimin (1998), gangguan gizi
dapat disebabkan oleh infeksi cacing khususnya cacing usus yang ditularkan
melalui tanah. Penyakit ini merupakan penyakit rakyat yang erat kaitannya
dengan masalah lingkungan, perilaku manusia dan manipulasinya terhadap
lingkungan. Selain itu, kurang tepatnya kebijakan pemerintah terhadap
penanggulangan masalah kecacingan di masyarakat juga menjadi salah satu faktor
penyebab perkembangan penyakit ini. Sebagian besar infeksi cacing terjadi di
daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama
menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang. Cacing
usus yang sering menginfeksi manusia yang ditularkan melalui tanah adalah: Ascaris
lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus (cacing tambang) dan Strongyloides
stercoralis.
Tujuan Penelitiannya adalah Untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing
usus yang ditularkan melalui tanah pada siswa SD GMIM Lahai Roy Malalayang
menurut jenis kelamin, umur dan kelas. JenisPenelitian
yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan dilaksanakan
dengan metode survey laboratorium dengan pemeriksaan tinja. LokasiPenelitian
ini dilaksanakan pada siswa-siswi SD GMIM Lahai Roy Malalayang. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa SD GMIM Lahai Roy Malalayang yang berjumlah
176 orang dan sampel diambil secara simple random sampling. Jumlah
sampel minimal adalah 64 orang. Dalam penelitian ini diambil jumlah sampel
sebanyak 80 orang.
Cara pemeriksaan
tinja dengan pewarnaan eosin yaitu: tinja diambil dengan lidi sebesar kepala
korek api, dioleskan pada kaca benda yang sebelumnya telah ditetesi dengan
larutan eosin kemudian ditutup dengan kaca tutup dan dilihat di bawah mikroskop
dengan pembesaran 10 kali. Data yang ada kemudian dikumpulkan dan ditabulasi,
dihitung dan disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung prosentasinya.
Hasil penelitiandalam penelitian ini digunakan sampel tinja
sebanyak 80 sediaan yang terdiri dari 41 sampel tinja pria dan 39 sampel tinja
wanita dengan umur antara 6-14 tahun.
Simpulanprevalensi penyakit cacing usus yang
ditularkan melalui tanah pada siswa-siswi SD GMIM Lahai Roy Malalayang adalah
sebesar 11,25%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi penyakit
cacing usus di SD tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh pada siswa-siswi di beberapa SD di Tomohon. Namun hasil ini
menunjukkan bahwa infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah masíh
menjadi masalah di SD GMIM Lahai Roy Malalayang karena penyakit ini merupakan
penyakit yang mudah ditularkan. Apalagi pada usia ini aktivitas anak sangatlah
tinggi dengan perhatian terhadap higiene dan sanitasi yang kurang.
JURNAL
KE 2
Infeksi
Cacing Saluran Pencernaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Yang
Diperdagangkan Di Pasar Satria Denpasar
Macaca
fascicularis (monyet
ekor panjang) selain digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian biomedis
juga dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan.Sebagai hewan peliharaan mempunyai
kemungkinan besar sebagai sumber infeksi cacing seperti Strongyloides,Oesophagustonum,
cacing pita, Toxocara, Ancylostoma, Ascaris dan Filaria.Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa satwa primata ini berpotensi sebagai sumber
infeksi parasit bersifat zoonosis. Penelitian oleh Chrisnawaty (2008) pada
monyet ekor panjang di Pulau Tinjil, berhasil mengidentifikasi 6 jenis cacing
yang menginfeksi M. fascicularis diantaranya Hymenolepis, Ascaris
sp., Oxyurid, Strongyl,Trichuris sp. dan Schistosoma.
Macacafascicularis asal beberapa hutan monyet di Bali ditemukan terinfeksi Ancylostoma,Ascaris
sp., Taenia, Trichostrongylus sp.,Trichuris sp., Enterobius dan Paragonismus.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui jenis cacing, intensitas dan
prevalensi kecacingan yang dialami oleh M.fascicularis yang
diperdagangkan di Pasar Satria.
Metode yang digunakan yaitu pertama pengambilan sampel feses.Pengambilan feses yangdiambil adalah feses segar
kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang telah berisi formalin 10% lalu diberi
label. Selanjutnya feses diperiksa di Laboratorium. Kedua, pemeriksaan telur
cacing pada feses yang dilakukan metode konsentrasi sedimentasi digunakan untuk
mengidentifikasi jenis telurcacing yang ditemukan, sedangkan untuk mengetahui
intensitas infeksi dilakukan dengan metode modifikasi McMaster.Metode
sedimentasi dilakukan dengan cara membuat suspensi feses dengan perbandingan 1
bagian feses dengan 10 bagian air, kemudian disaring dan filtratnya ditampung
dengan gelas Beker. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu disentrifugasi
dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Endapan diaduk lalu diambil sedikit
dengan pipet, lalu diletakkan di atas gelas obyek dan ditutup dengan gelas
penutup. Selanjutnya diperiksa dengan mikroskop pembesaran objektif
10-40x.Sedangkan,untuk mengetahui intensitas infeksi menggunakan metode
modifikasi McMaster, prosedur kerjanya yaitu feses ditimbang sebanyak 2 gr,
ditaruh dalam gelas beker, ditambahkan Nacl jenuh sampai 60 ml kemudian diaduk
hingga homogen dan disaring. Selanjutnya dihomogenkan menggunakan magneticstirrer.
Sebanyak 0,15 ml cairannya disedotmenggunakan pipet berskala, kemudian
dimasukkan ke dalam kamar hitung.Penghitungan dilakukan pada setiap kamar
hitung menggunakan mikroskop.
Hasil
yang diperoleh dari 45 sampel feses yang diperiksa dengan metode konsentrasi
sedimentasi berhasil diidentifikasi jenis telur cacing berturut-turut: Ancylostoma
sp. (91,1%),Trichostrongylus sp./Oesophagostonum sp. (73,3%), Trichuris
sp. (22,2%), Ascaris sp. dan Taenia sp. (4,4%). Tingginya
infeksi telur cacing tipe Strongyl dapat disebabkan karena larva dapat
menginfeksi M. fascicularis dalam jangka waktu dua hari sejak telur
dikeluarkan bersama feses. Model transmisi larva infektif dapat menembus kulit
dan mencemari makanan atau minuman, sedangkan Ascarissp. dan Trichuris
sp. model transmisi hanya melalui telur infektif yang mencemari makanan
atau minuman. Selain itu, periode prepaten. Ancylostoma sp. antara 5-6
minggu, sedangkan Trichuris sp. dapat memiliki periode prepaten hingga 3
bulan. Ancylostoma sp. memiliki intensitas infeksi yang tinggi dengan
rataan infeksi 4913 ± 4849 telur per gram tinja. Sedangkan Trichostrongylus
sp./Oesophagostonum sp. memiliki rataan intensitas infeksi sebesar 871 ±
816 telur per gram tinja. Trichuris sp. memiliki rataan intensitas
infeksi sebesar 171 ± 111 per gram tinja. Ascaris sp. dan Taenia sp memiliki
intensitas terendah.Prevalensi kecacingan 93,3%. Prevalensi kecacingan pada
monyet jantan dan betina berturut-turut 48,8% dan 52,2%. Berdasarkan umur
tingkat infeksipada monyet anakan, bayi, dan dewasa berturut-turut adalah
72,1%, 25,6%, dan 2,3%.
Kesimpulannya
adalah Jenis-jenis telur cacing yang menginfeksi M. fascicularis yang
diperdagangkan
di Pasar Satria adalah Ancylostoma sp. (91,1%), Trichostrongylussp./Oesophagostonum
sp. (73,3%), Trichurissp. (22,2%), Ascaris sp. dan Taenia
sp.
(4,4%). Rataan
intensitas infeksi cacing Ancylostoma sp. 4913 ± 4849 telur per gram
tinja,Trichostrongylus sp. Oesophagustonumsp. 871 ± 816 telur per gram
tinja, danTrichuris sp. 171 ± 111 telur per gram tinja.
JURNAL KE 3
Infeksi
Parasit Usus pada Anak Panti Asuhan, di Pondok Gede, Bekasi
Darnely,Saleha
Sungkar
Infeksi parasit usus yaitu cacing dan
protozoa merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacing usus yang
banyak ditemukan adalah soil transmitted hel- minths (cacing yang ditularkan
melalui tanah) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing
tambang sedangkan protozoa adalah Giardia lamblia dan Blasto- cystis hominis.
Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa meru- pakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Cacing usus yang banyak ditemukan adalah soil
transmitted hel- minths (cacing yang ditularkan melalui tanah) yaitu Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang sedangkan protozoa adalah
Giardia lamblia dan Blasto- cystis hominis.
Penelitian ini menggunakan desain
cross-sectional dengan subjek penelitian anak panti asuhan di daerah Pondok
Gede, Bekasi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2011. Semua anak (105
orang). Anak yang terinfeksi cacingan atau protozoa diberikan pengobatan yang
sesuai. Setelah pemeriksaan selesai data diolah dengan pro- gram SPSS versi
11.5 lalu dianalisis dengan uji chi square dan uji Fischer’s exact untuk
mengetahui hubungan antar variabel yang diteliti yaitu umur dan jenis kelamin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan feses,
anak panti asuhan yang positif terinfeksi adalah 43 orang sehingga prevalensi
infeksi parasit usus adalah 37%. Prevalensi pada anak usia 6-12 tahun (usia SD)
adalah 58% dan anak 13-15 tahun (usia SMP) adalah 27%. Pada uji chi square
didapatkan hubungan bermakna antara usia dengan prevalensi infeksi parasit usus
(p=0,001). Berdasarkan jenis kelamin anak, didapatkan prevalensi infeksi
parasit usus pada anak laki-laki adalah 42% dan pada anak perempuan 43%. Pada
uji chi square (p=0,208) tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan
prevalensi infeksi parasit usus. Infeksi parasit tunggal lebih banyak
dibandingkan infeksi campur baik pada anak usia SD maupun SMP. Pada uji fischer
exact tidak didapatkan hubungan antara prevalensi infeksi parasit usus dengan
usia (p=0,076) dan jenis kelamin (p=0,624). Berdasarkan uji Fischer’s exact
diperoleh bahwa jenis infeksi berhubungan dengan usia (p=0,046) tetapi tidak
berhubungan dengan jenis kelamin (p=0,190). Protozoa tersebut didapatkan baik
pada anak usia 6-12 tahun maupun 13-15 tahun dan juga pada anak laki-laki
maupun perempuan. B. hominis didapatkan
sebagai infeksi tunggal dan infeksi campur yaitu dengan T. trichiura, G.
lamblia, dan E. coli. Infeksi campur lebih banyak ditemukan pada anak usia 6-12
tahun dan pada anak laki-laki.
Pada penelitian ini, prevalensi infeksi
parasit usus tergolong tinggi yaitu 37%. Spesies yang banyak didapat adalah B.
hominis yang merupakan protozoa oportunis dan sering ditemukan di feses ma
Protozoa usus lainnya yang didapat pada penelitian ini adalah G. lamblia dan
E.coli (parasit komensal). Infeksi berhubungan dengan usia yaitu lebih banyak
pada anak usia SD dibandingkan pada anak usia SMP karena anak SMP lebih
mengerti dan lebih menjaga kebersihan dibandingkan anak SD. Anak laki-laki
lebih banyak yang terinfeksi karena mereka lebih sering bermain di tanah dan di
sekitar kolam ikan yang tercemar feses manusia sedangkan anak perempuan lebih
sering berada di panti dan membantu pekerjaan rumah tangga pengelola panti.
nusia, baik pada orang sehat maupun individu immunocompromised. Risiko
terinfeksi parasit usus pada anak laki-laki lebih tinggi. Dengan demikian,
penjaja makanan perlu diberikan penyuluhan karena mereka dapat berperan sebagai
pembawa kista protozoa (carrier) dan menjadi sumber infeksi bagi lingkungannya.
Penularan parasit usus juga dapat terjadi melalui sayuran mentah yang dimakan
sebagai lalap. Oleh karena itu bagian sayuran yang dekat dengan tanah (bonggol)
harus dipotong dan dibuang lalu sayuran dicuci bersih dengan air mengalir.12
Telur cacing dapat pula ditemukan pada sayuran yang disiram dengan air yang
sudah terkontaminasi telur cacing dari feses. Sehingga sumber air harus dilindungi
dari pencemaran feses dan masyarakat harus diberikan informasi agar tidak buang
air besar di rawa, kolam, sawah dan sumber air lainnya.
Kesimpulannya prevalensi infeksi parasit
usus pada anak panti asuhan di Pondok Gede, Bekasi adalah 37% dengan rincian T.
trichiura 4%, B. hominis 31%, G. lamblia 7% dan E. coli 3%. Infeksi campur B.
hominis dan T. trichiura 2%, B. hominis dan G. lamblia 4%, B. hominis dan E.
coli 2%. Infeksi tersebut perlu diberantas dengan melakukan pengobatan dan
penyuluhan kesehatan mengenai perilaku hidup bersih sehat.
JURNAL KE 4
HUBUNGAN
HIGIENE TANGAN DAN KUKU
DENGAN
KEJADIAN ENTEROBIASIS PADA SISWA SDN KENJERAN
NO.
248 KECAMATAN BULAK SURABAYA
Infeksi
cacing merupakan penyakit parasit yang endemik di Indonesia. Sebanyak 60–80%
penduduk Indonesia, terutama di daerah pedesaanmenderita infeksi cacing
terutama infeksi cacingperut. Faktor tingginya infeksi ini adalah
letakgeografik Indonesia di daerah tropik yangmempunyai iklim yang panas, akan
tetapi lembapsehingga memungkinkan cacing perut dapatberkembang biak dengan
baik. Banyak pendudukIndonesia yang masih berpendidikan rendah,sehingga
pengetahuan tentang cara hidup sehat,cara untuk menjaga kebersihan perorangan
bagidirinya dan kebersihan makanan dan minumanserta cara makan belum diketahui
dengan baik.Banyak keluarga yang tidak memiliki jambankeluarga sehingga mereka
membuang kotoranatau buang air besar di tanah. Penduduk yangsangat padat lebih
mempermudah penyebaraninfeksi cacing perut ini.Cacing Enterobius
vermicularis mempunyaipenyebaran terluas di dunia daripada semuacacing. Ini
disebabkan karena hubungan yangerat antara manusia dan lingkungan. Diperkirakan
adanya 208,8 juta orang yang terinfeksi parasitini di dunia. Parasit ini juga
menyerang semuagolongan. Cacing Enterobius vermicularis telah
diketahuisejak dulu dan telah banyak dilakukan penelitianmengenai biologi,
epidemiologi dan gejalaklinisnya. Manusia adalah satu-satunya hospes.Enterobius
vermicularis banyak ditemukan dimasyarakat dan dikenal dengan nama cacingkremi.
Meskipun demikian laporan prevalensimengenai enterobiasis masih jarang.
Hal inidiakibatkan oleh cara pemeriksaan diagnoseyang memakai selotip yang
ditempel pada anusyang menimbulkan rasa enggan atau malu padapenderita.Kejadian
enterobiasis sendiri tersebar di antara higiene tangan dan kuku dengan
kejadianenterobiasis pada murid SD kelas IV dan V di SDNKenjeran No. 248
Surabaya.seluruh dunia dengan konsentrasi pada daerahyang faktor perilaku
sehatnya masih rendah.Meskipun penyakit ini menyerang semua umur,namun
penderita terbanyak adalah anak usia5–14 tahun. Hal ini karena perilaku
menggarukdan daya tahan tubuh masih rendah pada anakanak.Gejala utama enterobiasis
adalah timbul iritasidi sekitar perianal (pruritus ani). Hal
ini terjadikarena pengaruh migrasi cacing betina dariusus ke kulit perianal untuk
meletakkan telurnya.Apabila digaruk maka penularan dapat terjadidi kuku jari
tangan ke mulut (self-infection) atauinfeksi oleh diri sendiri. Menurut
Padmasutra dkk.(1992), cara infeksi cacing kremi yang terseringadalah melalui
telur yang melekat pada jari tangandan sering ditemukan dalam rumah tangga
dankelompok seperti taman kanak-kanak, institusi.
Jenis penelitian yang digunakan
adalahobservasional bersifat analitik karena berupayamenganalisis hubungan antar
variabel. Variabelbebas (faktor risiko) dan variabel tergantung(efek) dinilai
secara bersamaan pada suatu saatsehingga termasuk penelitian cross-sectional.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IVdan V di SDN Kenjeran No. 248
Surabaya yaitusejumlah 47 anak. Terdiri dari kelas IV sejumlah 21anak dan kelas
V sejumlah 26 anak. Besar sampelyang diambil adalah sejumlah total
populasisiswa kelas IV dan V di SDN Kenjeran No. 248Kecamatan Bulak Surabaya,
yaitu sejumlah 47siswa.Data berupa form kuesioner meliputipertanyaan tentang
pengetahuan, sikap dantindakan responden, form observasi denganmengamati
higiene tangan dan kuku responden,dan pengambilan sampel dengan menggunakanscote
adhesive tape pada anus responden yangkemudian diperiksa di laboratorium. Prevalensi
kejadian enterobiasis padaanak SD kelas IV dan V di SDN Kenjeran No.248
Surabaya dapat diketahui untuk murid kelas IV terdapat7 siswa dengan hasil
laboratorium positif dan 12siswa dengan hasil laboratorium negatif. Untukmurid
kelas V terdapat 13 siswa dengan hasillaboratorium positif dan 10 siswa dengan
hasillaboratorium negatif. Total ada 20 siswa denganhasil laboratorium positif
dan 22 siswa denganhasil laboratorium negatif. Penyebaran cacingkremi di dunia
merupakan yang terluas di antaracacing lainnya.Untuk mengetahui hubungan antara
hygienetangan dan kuku dengan kejadian enterobiasisdiketahuiuntuk
higiene tangan dan kuku bersih terdapat2 siswa dengan hasil laboratorium
positif dan 13 siswa dengan hasil laboratorium negatif.Untuk higiene tangan dan
kuku kotor terdapat18 siswa dengan hasil laboratorium positif dan 9siswa dengan
hasil laboratorium negatif. Dari ujiKoefisien Phi didapatkan nilai ϕ =
0,512. Makahubungan antara higiene tangan dan kuku dengankejadian enterobiasis
merupakanhubungan yangkuat.
Disimpulkan bahwa terdapat
tingkathubungan yang kuat antara higiene tangan dankuku dengan kejadian enterobiasis.
Semakinbersih higiene tangan dan kuku, maka semakinrendah kejadian enterobiasis.
Sedangkan faktorfaktoryang memengaruhi higiene tangan dankuku adalah
pengetahuan responden denganterdapat tingkat hubungan yang lemah,
sikapresponden dengan tingkat hubungan yangsedang, dan tindakan responden
dengan tingkathubungan yang sedang antara tindakan denganhigiene tangan dan
kuku.Disarankan terhadap pihak sekolah terutamaguru meningkatkan kedisiplinan
siswa dalammemelihara higiene tangan dan kuku, diusahakansetiap minggu
dilakukan razia terhadap siswayang tangan dan kuku kotor, serta
sekolahmenyediakan sarana tempat cuci tangan yangdilengkapi dengan sabun.
Selain itu peran gurulebih ditingkatkan terutama pelajaran tentangmasalah
pentingnya menjaga kesehatan danbahaya dari macam penyakit.Selalu menjaga
kebersihan perorangan dankebersihan lingkungan serta kebersihan
makananmerupakan cara paling efektif untuk mencegahterjadinya penularan enterobiasis,
dan hygienetangan juga penting untuk pencegahan. Kukuhendaknyaselalu dipotong
pendek, tangan dicucibersih sebelum makan. Anak yang mengandungcacingkremi
sebaiknya memakai celana panjang,jika hendak tidur supaya alas kasur
yangterkontaminasi dan tangan tidak dapat menggarukdaerah perianal. Tempat
tidur selalu dibersihkankarena mudah sekali terkontaminasi oleh telurcacing Enterobius
vermicularis infektif. Usahakansinar matahari langsung dapat memasuki
kamartidur oleh karena telur Enterobius vermicularis akandapat terbunuh
oleh sinar matahari tersebut.
New Jackpot slots: 50 free spins bonus at the online casino site
BalasHapusJackpot Slots is the new, brand new online casino 카지노사이트luckclub offering the chance to be your lucky member. This new platform gives you a choice of