Pages

>>Welcome To Diploma 3 Pharmacy UNS 2013 Blog's , Thank you for Visitting Here <<

Resume Jurnal Diskusi Parasitologi Kelompok 2

Minggu, 21 Desember 2014



ANGGOTA KELOMPOK 2 :
1.      Betti Jayanti                            M3513015
2.      Deasy Nur w                           M3513016
3.      Khadija Raida                         M3513028
4.      Nugrahaningtyas                     M3513035
5.      Nugraheni Utomo                   M3513036
6.      Nur Wahida                            M3513038
7.      Nur wulan Ambarwati            M3513039
8.      Nurul Fatimah                         M3513040
9.      Pratika Nurul                           M3513041
10.  Renita Lisnasari                      M3513042
11.  TriWidiyastuti                         M3513054











































JURNAL KE 1
PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH
PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG
Jansen Loudwik Lalandos1, Dyah Gita Rambu Kareri2
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas manusia adalah tingkat kesehatan, sedangkan tingkat kesehatan seseorang pada hakekatnya dipengaruhi oleh status atau keadaan gizi. Menurut penelitian Tonny Sadjimin (1998), gangguan gizi dapat disebabkan oleh infeksi cacing khususnya cacing usus yang ditularkan melalui tanah. Penyakit ini merupakan penyakit rakyat yang erat kaitannya dengan masalah lingkungan, perilaku manusia dan manipulasinya terhadap lingkungan. Selain itu, kurang tepatnya kebijakan pemerintah terhadap penanggulangan masalah kecacingan di masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebab perkembangan penyakit ini. Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negaranegara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang. Cacing usus yang sering menginfeksi manusia yang ditularkan melalui tanah adalah: Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (cacing tambang) dan Strongyloides stercoralis.
Tujuan Penelitiannya adalah  Untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah pada siswa SD GMIM Lahai Roy Malalayang menurut jenis kelamin, umur dan kelas. JenisPenelitian yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan dilaksanakan dengan metode survey laboratorium dengan pemeriksaan tinja.  LokasiPenelitian ini dilaksanakan pada siswa-siswi SD GMIM Lahai Roy Malalayang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD GMIM Lahai Roy Malalayang yang berjumlah 176 orang dan sampel diambil secara simple random sampling. Jumlah sampel minimal adalah 64 orang. Dalam penelitian ini diambil jumlah sampel sebanyak 80 orang.
Cara pemeriksaan tinja dengan pewarnaan eosin yaitu: tinja diambil dengan lidi sebesar kepala korek api, dioleskan pada kaca benda yang sebelumnya telah ditetesi dengan larutan eosin kemudian ditutup dengan kaca tutup dan dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 kali. Data yang ada kemudian dikumpulkan dan ditabulasi, dihitung dan disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung prosentasinya.
            Hasil penelitiandalam penelitian ini digunakan sampel tinja sebanyak 80 sediaan yang terdiri dari 41 sampel tinja pria dan 39 sampel tinja wanita dengan umur antara 6-14 tahun.

Simpulanprevalensi penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah pada siswa-siswi SD GMIM Lahai Roy Malalayang adalah sebesar 11,25%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi penyakit cacing usus di SD tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada siswa-siswi di beberapa SD di Tomohon. Namun hasil ini menunjukkan bahwa infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah masíh menjadi masalah di SD GMIM Lahai Roy Malalayang karena penyakit ini merupakan penyakit yang mudah ditularkan. Apalagi pada usia ini aktivitas anak sangatlah tinggi dengan perhatian terhadap higiene dan sanitasi yang kurang.



JURNAL KE 2
Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Yang Diperdagangkan Di Pasar Satria Denpasar
Macaca fascicularis (monyet ekor panjang) selain digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian biomedis juga dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan.Sebagai hewan peliharaan mempunyai kemungkinan besar sebagai sumber infeksi cacing seperti Strongyloides,Oesophagustonum, cacing pita, Toxocara, Ancylostoma, Ascaris dan Filaria.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa satwa primata ini berpotensi sebagai sumber infeksi parasit bersifat zoonosis. Penelitian oleh Chrisnawaty (2008) pada monyet ekor panjang di Pulau Tinjil, berhasil mengidentifikasi 6 jenis cacing yang menginfeksi M. fascicularis diantaranya Hymenolepis, Ascaris sp., Oxyurid, Strongyl,Trichuris sp. dan Schistosoma. Macacafascicularis asal beberapa hutan monyet di Bali ditemukan terinfeksi Ancylostoma,Ascaris sp., Taenia, Trichostrongylus sp.,Trichuris sp., Enterobius dan Paragonismus. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui jenis cacing, intensitas dan prevalensi kecacingan yang dialami oleh M.fascicularis yang diperdagangkan di Pasar Satria.
Metode yang digunakan yaitu pertama pengambilan sampel feses.Pengambilan feses yangdiambil adalah feses segar kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang telah berisi formalin 10% lalu diberi label. Selanjutnya feses diperiksa di Laboratorium. Kedua, pemeriksaan telur cacing pada feses yang dilakukan metode konsentrasi sedimentasi digunakan untuk mengidentifikasi jenis telurcacing yang ditemukan, sedangkan untuk mengetahui intensitas infeksi dilakukan dengan metode modifikasi McMaster.Metode sedimentasi dilakukan dengan cara membuat suspensi feses dengan perbandingan 1 bagian feses dengan 10 bagian air, kemudian disaring dan filtratnya ditampung dengan gelas Beker. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Endapan diaduk lalu diambil sedikit dengan pipet, lalu diletakkan di atas gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya diperiksa dengan mikroskop pembesaran objektif 10-40x.Sedangkan,untuk mengetahui intensitas infeksi menggunakan metode modifikasi McMaster, prosedur kerjanya yaitu feses ditimbang sebanyak 2 gr, ditaruh dalam gelas beker, ditambahkan Nacl jenuh sampai 60 ml kemudian diaduk hingga homogen dan disaring. Selanjutnya dihomogenkan menggunakan magneticstirrer. Sebanyak 0,15 ml cairannya disedotmenggunakan pipet berskala, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung.Penghitungan dilakukan pada setiap kamar hitung menggunakan mikroskop.
Hasil yang diperoleh dari 45 sampel feses yang diperiksa dengan metode konsentrasi sedimentasi berhasil diidentifikasi jenis telur cacing berturut-turut: Ancylostoma sp. (91,1%),Trichostrongylus sp./Oesophagostonum sp. (73,3%), Trichuris sp. (22,2%), Ascaris sp. dan Taenia sp. (4,4%). Tingginya infeksi telur cacing tipe Strongyl dapat disebabkan karena larva dapat menginfeksi M. fascicularis dalam jangka waktu dua hari sejak telur dikeluarkan bersama feses. Model transmisi larva infektif dapat menembus kulit dan mencemari makanan atau minuman, sedangkan Ascarissp. dan Trichuris sp. model transmisi hanya melalui telur infektif yang mencemari makanan atau minuman. Selain itu, periode prepaten. Ancylostoma sp. antara 5-6 minggu, sedangkan Trichuris sp. dapat memiliki periode prepaten hingga 3 bulan. Ancylostoma sp. memiliki intensitas infeksi yang tinggi dengan rataan infeksi 4913 ± 4849 telur per gram tinja. Sedangkan Trichostrongylus sp./Oesophagostonum sp. memiliki rataan intensitas infeksi sebesar 871 ± 816 telur per gram tinja. Trichuris sp. memiliki rataan intensitas infeksi sebesar 171 ± 111 per gram tinja. Ascaris sp. dan Taenia sp memiliki intensitas terendah.Prevalensi kecacingan 93,3%. Prevalensi kecacingan pada monyet jantan dan betina berturut-turut 48,8% dan 52,2%. Berdasarkan umur tingkat infeksipada monyet anakan, bayi, dan dewasa berturut-turut adalah 72,1%, 25,6%, dan 2,3%.
Kesimpulannya adalah Jenis-jenis telur cacing yang menginfeksi M. fascicularis yang
diperdagangkan di Pasar Satria adalah Ancylostoma sp. (91,1%), Trichostrongylussp./Oesophagostonum sp. (73,3%), Trichurissp. (22,2%), Ascaris sp. dan Taenia sp.
(4,4%). Rataan intensitas infeksi cacing Ancylostoma sp. 4913 ± 4849 telur per gram tinja,Trichostrongylus sp. Oesophagustonumsp. 871 ± 816 telur per gram tinja, danTrichuris sp. 171 ± 111 telur per gram tinja.


JURNAL KE 3
Infeksi Parasit Usus pada Anak Panti Asuhan, di Pondok Gede, Bekasi
Darnely,Saleha Sungkar
           
Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacing usus yang banyak ditemukan adalah soil transmitted hel- minths (cacing yang ditularkan melalui tanah) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang sedangkan protozoa adalah Giardia lamblia dan Blasto- cystis hominis. Infeksi parasit usus yaitu cacing dan protozoa meru- pakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Cacing usus yang banyak ditemukan adalah soil transmitted hel- minths (cacing yang ditularkan melalui tanah) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang sedangkan protozoa adalah Giardia lamblia dan Blasto- cystis hominis.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan subjek penelitian anak panti asuhan di daerah Pondok Gede, Bekasi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2011. Semua anak (105 orang). Anak yang terinfeksi cacingan atau protozoa diberikan pengobatan yang sesuai. Setelah pemeriksaan selesai data diolah dengan pro- gram SPSS versi 11.5 lalu dianalisis dengan uji chi square dan uji Fischer’s exact untuk mengetahui hubungan antar variabel yang diteliti yaitu umur dan jenis kelamin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan feses, anak panti asuhan yang positif terinfeksi adalah 43 orang sehingga prevalensi infeksi parasit usus adalah 37%. Prevalensi pada anak usia 6-12 tahun (usia SD) adalah 58% dan anak 13-15 tahun (usia SMP) adalah 27%. Pada uji chi square didapatkan hubungan bermakna antara usia dengan prevalensi infeksi parasit usus (p=0,001). Berdasarkan jenis kelamin anak, didapatkan prevalensi infeksi parasit usus pada anak laki-laki adalah 42% dan pada anak perempuan 43%. Pada uji chi square (p=0,208) tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dengan prevalensi infeksi parasit usus. Infeksi parasit tunggal lebih banyak dibandingkan infeksi campur baik pada anak usia SD maupun SMP. Pada uji fischer exact tidak didapatkan hubungan antara prevalensi infeksi parasit usus dengan usia (p=0,076) dan jenis kelamin (p=0,624). Berdasarkan uji Fischer’s exact diperoleh bahwa jenis infeksi berhubungan dengan usia (p=0,046) tetapi tidak berhubungan dengan jenis kelamin (p=0,190). Protozoa tersebut didapatkan baik pada anak usia 6-12 tahun maupun 13-15 tahun dan juga pada anak laki-laki maupun perempuan. B. hominis  didapatkan sebagai infeksi tunggal dan infeksi campur yaitu dengan T. trichiura, G. lamblia, dan E. coli. Infeksi campur lebih banyak ditemukan pada anak usia 6-12 tahun dan pada anak laki-laki.

Pada penelitian ini, prevalensi infeksi parasit usus tergolong tinggi yaitu 37%. Spesies yang banyak didapat adalah B. hominis yang merupakan protozoa oportunis dan sering ditemukan di feses ma Protozoa usus lainnya yang didapat pada penelitian ini adalah G. lamblia dan E.coli (parasit komensal). Infeksi berhubungan dengan usia yaitu lebih banyak pada anak usia SD dibandingkan pada anak usia SMP karena anak SMP lebih mengerti dan lebih menjaga kebersihan dibandingkan anak SD. Anak laki-laki lebih banyak yang terinfeksi karena mereka lebih sering bermain di tanah dan di sekitar kolam ikan yang tercemar feses manusia sedangkan anak perempuan lebih sering berada di panti dan membantu pekerjaan rumah tangga pengelola panti. nusia, baik pada orang sehat maupun individu immunocompromised. Risiko terinfeksi parasit usus pada anak laki-laki lebih tinggi. Dengan demikian, penjaja makanan perlu diberikan penyuluhan karena mereka dapat berperan sebagai pembawa kista protozoa (carrier) dan menjadi sumber infeksi bagi lingkungannya. Penularan parasit usus juga dapat terjadi melalui sayuran mentah yang dimakan sebagai lalap. Oleh karena itu bagian sayuran yang dekat dengan tanah (bonggol) harus dipotong dan dibuang lalu sayuran dicuci bersih dengan air mengalir.12 Telur cacing dapat pula ditemukan pada sayuran yang disiram dengan air yang sudah terkontaminasi telur cacing dari feses. Sehingga sumber air harus dilindungi dari pencemaran feses dan masyarakat harus diberikan informasi agar tidak buang air besar di rawa, kolam, sawah dan sumber air lainnya.
Kesimpulannya prevalensi infeksi parasit usus pada anak panti asuhan di Pondok Gede, Bekasi adalah 37% dengan rincian T. trichiura 4%, B. hominis 31%, G. lamblia 7% dan E. coli 3%. Infeksi campur B. hominis dan T. trichiura 2%, B. hominis dan G. lamblia 4%, B. hominis dan E. coli 2%. Infeksi tersebut perlu diberantas dengan melakukan pengobatan dan penyuluhan kesehatan mengenai perilaku hidup bersih sehat.



JURNAL KE 4
HUBUNGAN HIGIENE TANGAN DAN KUKU
DENGAN KEJADIAN ENTEROBIASIS PADA SISWA SDN KENJERAN
NO. 248 KECAMATAN BULAK SURABAYA

Infeksi cacing merupakan penyakit parasit yang endemik di Indonesia. Sebanyak 60–80% penduduk Indonesia, terutama di daerah pedesaanmenderita infeksi cacing terutama infeksi cacingperut. Faktor tingginya infeksi ini adalah letakgeografik Indonesia di daerah tropik yangmempunyai iklim yang panas, akan tetapi lembapsehingga memungkinkan cacing perut dapatberkembang biak dengan baik. Banyak pendudukIndonesia yang masih berpendidikan rendah,sehingga pengetahuan tentang cara hidup sehat,cara untuk menjaga kebersihan perorangan bagidirinya dan kebersihan makanan dan minumanserta cara makan belum diketahui dengan baik.Banyak keluarga yang tidak memiliki jambankeluarga sehingga mereka membuang kotoranatau buang air besar di tanah. Penduduk yangsangat padat lebih mempermudah penyebaraninfeksi cacing perut ini.Cacing Enterobius vermicularis mempunyaipenyebaran terluas di dunia daripada semuacacing. Ini disebabkan karena hubungan yangerat antara manusia dan lingkungan. Diperkirakan adanya 208,8 juta orang yang terinfeksi parasitini di dunia. Parasit ini juga menyerang semuagolongan. Cacing Enterobius vermicularis telah diketahuisejak dulu dan telah banyak dilakukan penelitianmengenai biologi, epidemiologi dan gejalaklinisnya. Manusia adalah satu-satunya hospes.Enterobius vermicularis banyak ditemukan dimasyarakat dan dikenal dengan nama cacingkremi. Meskipun demikian laporan prevalensimengenai enterobiasis masih jarang. Hal inidiakibatkan oleh cara pemeriksaan diagnoseyang memakai selotip yang ditempel pada anusyang menimbulkan rasa enggan atau malu padapenderita.Kejadian enterobiasis sendiri tersebar di antara higiene tangan dan kuku dengan kejadianenterobiasis pada murid SD kelas IV dan V di SDNKenjeran No. 248 Surabaya.seluruh dunia dengan konsentrasi pada daerahyang faktor perilaku sehatnya masih rendah.Meskipun penyakit ini menyerang semua umur,namun penderita terbanyak adalah anak usia5–14 tahun. Hal ini karena perilaku menggarukdan daya tahan tubuh masih rendah pada anakanak.Gejala utama enterobiasis adalah timbul iritasidi sekitar perianal (pruritus ani). Hal ini terjadikarena pengaruh migrasi cacing betina dariusus ke kulit perianal untuk meletakkan telurnya.Apabila digaruk maka penularan dapat terjadidi kuku jari tangan ke mulut (self-infection) atauinfeksi oleh diri sendiri. Menurut Padmasutra dkk.(1992), cara infeksi cacing kremi yang terseringadalah melalui telur yang melekat pada jari tangandan sering ditemukan dalam rumah tangga dankelompok seperti taman kanak-kanak, institusi.
            Jenis penelitian yang digunakan adalahobservasional bersifat analitik karena berupayamenganalisis hubungan antar variabel. Variabelbebas (faktor risiko) dan variabel tergantung(efek) dinilai secara bersamaan pada suatu saatsehingga termasuk penelitian cross-sectional. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IVdan V di SDN Kenjeran No. 248 Surabaya yaitusejumlah 47 anak. Terdiri dari kelas IV sejumlah 21anak dan kelas V sejumlah 26 anak. Besar sampelyang diambil adalah sejumlah total populasisiswa kelas IV dan V di SDN Kenjeran No. 248Kecamatan Bulak Surabaya, yaitu sejumlah 47siswa.Data berupa form kuesioner meliputipertanyaan tentang pengetahuan, sikap dantindakan responden, form observasi denganmengamati higiene tangan dan kuku responden,dan pengambilan sampel dengan menggunakanscote adhesive tape pada anus responden yangkemudian diperiksa di laboratorium. Prevalensi kejadian enterobiasis padaanak SD kelas IV dan V di SDN Kenjeran No.248 Surabaya dapat diketahui untuk murid kelas IV terdapat7 siswa dengan hasil laboratorium positif dan 12siswa dengan hasil laboratorium negatif. Untukmurid kelas V terdapat 13 siswa dengan hasillaboratorium positif dan 10 siswa dengan hasillaboratorium negatif. Total ada 20 siswa denganhasil laboratorium positif dan 22 siswa denganhasil laboratorium negatif. Penyebaran cacingkremi di dunia merupakan yang terluas di antaracacing lainnya.Untuk mengetahui hubungan antara hygienetangan dan kuku dengan kejadian enterobiasisdiketahuiuntuk higiene tangan dan kuku bersih terdapat2 siswa dengan hasil laboratorium positif dan 13 siswa dengan hasil laboratorium negatif.Untuk higiene tangan dan kuku kotor terdapat18 siswa dengan hasil laboratorium positif dan 9siswa dengan hasil laboratorium negatif. Dari ujiKoefisien Phi didapatkan nilai ϕ = 0,512. Makahubungan antara higiene tangan dan kuku dengankejadian enterobiasis merupakanhubungan yangkuat.
            Disimpulkan bahwa terdapat tingkathubungan yang kuat antara higiene tangan dankuku dengan kejadian enterobiasis. Semakinbersih higiene tangan dan kuku, maka semakinrendah kejadian enterobiasis. Sedangkan faktorfaktoryang memengaruhi higiene tangan dankuku adalah pengetahuan responden denganterdapat tingkat hubungan yang lemah, sikapresponden dengan tingkat hubungan yangsedang, dan tindakan responden dengan tingkathubungan yang sedang antara tindakan denganhigiene tangan dan kuku.Disarankan terhadap pihak sekolah terutamaguru meningkatkan kedisiplinan siswa dalammemelihara higiene tangan dan kuku, diusahakansetiap minggu dilakukan razia terhadap siswayang tangan dan kuku kotor, serta sekolahmenyediakan sarana tempat cuci tangan yangdilengkapi dengan sabun. Selain itu peran gurulebih ditingkatkan terutama pelajaran tentangmasalah pentingnya menjaga kesehatan danbahaya dari macam penyakit.Selalu menjaga kebersihan perorangan dankebersihan lingkungan serta kebersihan makananmerupakan cara paling efektif untuk mencegahterjadinya penularan enterobiasis, dan hygienetangan juga penting untuk pencegahan. Kukuhendaknyaselalu dipotong pendek, tangan dicucibersih sebelum makan. Anak yang mengandungcacingkremi sebaiknya memakai celana panjang,jika hendak tidur supaya alas kasur yangterkontaminasi dan tangan tidak dapat menggarukdaerah perianal. Tempat tidur selalu dibersihkankarena mudah sekali terkontaminasi oleh telurcacing Enterobius vermicularis infektif. Usahakansinar matahari langsung dapat memasuki kamartidur oleh karena telur Enterobius vermicularis akandapat terbunuh oleh sinar matahari tersebut.

1 komentar:

  1. New Jackpot slots: 50 free spins bonus at the online casino site
    Jackpot Slots is the new, brand new online casino 카지노사이트luckclub offering the chance to be your lucky member. This new platform gives you a choice of

    BalasHapus