GAMBARAN
INFESTASI Ascaris lumbricoides DAN Trichuris trichiura PADA MURID
KELAS I, II, DAN III SD NEGERI 45 DI LINGKUNGAN PEMBUATAN BATU BATA KECAMATAN
TENAYAN RAYA KOTA PEKANBARU
Infestasi
cacing usus yang ditularkan melalui tanah Soil Transmitted Helminths (STH)
merupakan salah satu problem kesehatan masyarakat di dunia khususnya di daerah
tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Infestasi cacing usus paling banyak
terjadi pada anak usia sekolah dasar (SD).Cacing STH yang sering ditemukan di
Indonesia yaitu Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.
Keadaan lingkungan yang cocok seperti udara yang hangat, lembab, tanah liat
yang terlindung dari matahari, dan suhu berkisar antara 25o-30oC,
merupakan hal-hal yang sangat baik untuk perkembangan telur cacing menjadi
matang. Cacing ini memerlukan tanah liat sebagai media untuk menjadi bentuk
infektif.
Tanah liat banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, salah satunya
mengolah tanah liat untuk pembuatan batu bata. Desa Badak di Kecamatan Tenayan
Raya Kota Pekanbaru memiliki sebuah sekolah yang lokasinya dikelilingi oleh
tempat pembuatan batu bata, yaitu SD Negeri 45. Berdasarkan observasi yang
dilakukan peneliti, terlihat posisi sekolah dasar ini langsung bersebelahan
dengan industri pembuatan batu bata.Peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di sekolah dasar tersebut mengenai gambaran infestasi Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura pada murid kelas I, II, dan III
SD Negeri 45 di lingkungan pembuatan batu bata Kecamatan Tenayan Raya Kota
Pekanbaru
Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu mendeteksi infestasi Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura pada murid kelas I, II, dan III
SD Negeri 45 Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dari penelitian ini
adalah murid kelas I, II, dan III SD Negeri 45 yang memenuhi kriteria inklusi,
eksklusi dan drop out. Kriteria inklusi yaitu orang tua murid bersedia
anaknya diikutsertakan dalam penelitian dan mengisi lembar informed consent,
murid hadir sewaktu pemberian arahan penelitian. Kriteria eksklusi yaitu murid
yang minum obat cacing 3 bulan sebelum pemeriksaan serta kriteria drop out yaitu
murid tidak mau membawa pot tinja dan tidak mau mengisi kuesioner dengan
lengkap.
Pengambilan
sampel ini dilakukan selama dua hari berturut-turut. Pada hari pertama untuk
murid kelas I didapatkan 16 sampel, untuk murid kelas II didapatkan 14 sampel,
dan untuk murid kelas III didapatkan 15 sampel. Pada hari kedua untuk murid
kelas I dan II telah mencukupi proporsi, sedangkan kelas III melebihi proporsi
yang ditentukan, yaitu didapatkan total sampelnya sebesar 29 orang. Oleh karena
itu peneliti melakukan random pada sampel kelas III dengan memilih gulungan
kertas yang berisikan nomor sampel, hingga jumlah proporsi yang dibutuhkan
tercapai, yaitu 27 sampel. Peneliti juga mendapat 4 sampel yang dieksklusikan. Tinja segar yang dikumpulkan
langsung diwarnai dengan larutan eosin 2% dan diperiksa di bawah mikroskop.
Peneliti juga mengawetkan tinja dengan formalin 10% dengan perbandingan
formalin 10%:tinja adalah 3:1.
Pada
penelitian ini, angka kejadian infestasi A.lumbricoides lebih banyak
pada laki-laki (30,6%) dan A.lumbricoides tinggi pada kelas II yaitu 28%,
6 orang murid mengalami infestasi Trichuris trichiura, jenis kelamin
perempuan 4 orang (11,7%) dan kelas I yang paling banyak (9,6%) dan 17 murid
mengalami infestasi campuran, jenis kelamin laki-laki (20,4%) dan perempuan
(20,5%) hampir sama, dan kelas I paling banyak (22,5%).Hal ini dapat terjadi
karena pada daerah penelitian ini responden laki-laki lebih banyak melakukan
aktifitas di tanah dan kurang memperhatikan higiene sehingga memungkinkan
terjadinya infestasi lebih mudah. Anak-anak biasanya suka bermain di luar yang
selalu berhubungan dengan tanah dan ketika makan tidak mencuci tangan. Anak kelas I memiliki pengetahuan yang minim
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat serta kurang memperhatikan personal
hygiene sehingga akan memudahkan terjadinya infestasi STH. Menurut Mardiana
(2008), tinggi rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan erat dengan sanitasi
lingkungan dan higiene pribadi.
Berdasarkan
pemeriksaan feses dan hasil kuesioner, responden yang memiliki kebiasaan buruk
dalam mencuci tangan sebelum makan di rumah memiliki angka infestasi tinggi
(30,1%) dan responden yang memiliki kebiasaan buruk dalam mencuci tangan
sebelum makan jajanan juga tinggi terinfestasi (40,9%). Dari hasil di atas
sesuai dengan semestinya, bahwa kebiasaan hidup tidak sehat dalam hal ini
mencuci tangan yang buruk sejalan dengan kejadian infestasi STH. Anak-anak
paling sering terinfestasi STH karena biasanya suka bermain di tanah dan ketika
makan atau makan jajanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah kontak
dengan tanah, akibatnya telur-telur cacing akan tertelan dan berkembang di
usus.
Dari
penelitian ini dapat kita ketahui bahwa infestasi STH tidak hanya melalui
kebiasaan baik dalam hal buang air besar, namun juga dipengaruhi kebiasaan
lainya salah satunya kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Hal ini terbukti
dari hasil kuesioner murid yang memiliki kebiasaan buruk mencuci tangan
terinfestasi tinggi.
Kelompok 4 :
1. Alina Sekar L. (M3513002)
2. Anisa Retno U. (M3513006)
3. Bambang Bagus S. (M3513012)
4. Bella Asfarina (M3513014)
5. Fajar Nurhayati. (M3513019)
6. Mariyani (M3513032)
7. Riska Yuli R. (M3513044)
8. Rizky Dwi L. (M3513046)
9. Sandra Puspa K. (M3513049)